Senin, 10 September 2012

CURAHAN KASIH TUHAN



Sebuah Perenungan
oleh:Okterlians Tapilouw

Seputih hati, sebening Kristal, semurni Kasih Tuhan – yang tercurah setiap pagi, laksana embun menyegarkan dedaunan; Disaat kaki melangkah menyusuri  jalan berbatu, terik mentari menjadi sahabat “mereka” saat bekerja – ditemani keletihan pulang kerumah. Diam segalanya menjadi tenang dalam keheningan malam, diselimuti rasa yang mengharapkan CURAHAN KASIH TUHAN. Ada yang mendekat, ada yang dirasakan; belaian lembut dari Tangan yang merangkul, penuh Kasih, menyentuh dan membuka mata hati. Seluruh jiwa dan raga diam dan menerima.
Oh Tuhan, Beta sungguh menyadari segalanya; Engkau tahu setiap rasa yang mengalami tekanan, menumpuk
dan terasa berat; ketika Tangan KasihMu dengan lembut menyentuh pundakku; Keheningan malam masih menyelimuti, dalam kelemahan Roh Kudus memampukan diri, melembutkan hati untuk tetap berucap penuh harap. Tangan Kasih itu kian mendekap erat – pada saat itu, Sang Penolong bertemu, menyatu dalam jiwa dan raga. Tak terasa malam berlalu begitu cepat, Sang Surya mulai menampakan keperkasaannya, pagi menyadarkan kita tentang harapan yang didambakan dan kenyataan yang akan di jalani; Mata masih tetap menatap panorama karya Cipta Yang Maha Kuasa; “Bumi Losir Tercinta”, Jemaat Serili yang turut mendidikku sebagai Pelayan Tuhan yang harus bertarung bersama “Kawanan Domba Gembalaan Allah” yang masih berjuang menemukan “rumput hijau” di cela-cela bebatuan, dan sering kesulitan menemukan “sumber air” untuk melepaskan dahaga, tetapi Tuhan Sumber Air Hidup menurunkan hujan tepat pada waktunya.  


  Di tempat ini, yang untuk kebanyakan orang “seperti neraka berpagar  Karang ”,  yang berdiri kokoh tak tergoyahkan dan seperti tidak membawa keberuntungan; tetapi Beta tetap mensyukuri semuanya, disaat melihat bayi-bayi lahir dari tahun ke tahun, anak-anak kecil dengan lincahnya bermain diatas pasir bagaikan “Tarian Seka” yang hampir punah; pemuda-pemudi masih harus berjuang dalam upaya manantang hidup, meraih harapan dan cita-cita; Mereka yang telah berumahtangga masih tetap setia ditemani parang dan bakul berjuang diatas batu untuk mengisi lumbung jagung yang meminta penambahan persediaan hidup selama setahun; Kerutan diwajah orang-orang tua memperlihatkan garis-garis hidup yang panjang, tegar dan tetap bertahan ditemani lantunan Pantun Adat mengisi sisa hidup.

Nyanyian Kidung Jemaat No.408, menyadarkan tentang semua yang dialami bersama mereka: “Di jalanku yang berliku dihiburnya hatiku; bila tiba pencobaan, dikuatkan imanku. Jika aku kehausan dan langkahku tak tetap, dari cadas di depanku datang air yang sedap; dari cadas di depanku datang air yang sedap"

 Cadas telah turut membentuk Beta menjadi seseorang yang berarti bagi orang lain.
 Mereka masih menapaki  “Padang Batu" pemberian Tuhan .

Tuhan , Engkau tahu setiap sisi lemah diri ini yang balik menghantam. Saat pewartaan; Perlahan-lahan menghampiri mereka yang siap menyambut kehadiran Tuhan untuk menguatkan sisi lemah; seperti memandang cermin yang berdebu, ada yang harus dibersihkan; Beta adalah salah satu yang dinilai Tuhan – Ketika menulis khotbah, ketika selesai berkhotbah, ketika mengambil bagian dalam persekutuan dengan segala konsekuensinya; Mata Hati tetap berbisik menggugah nurani: Beta bahkan belum lebih baik, dari kata demi kata yang tercetus dari mulut yang pernah kotor, tangan yang pernah kotor,  kaki yang pernah salah melangkah.
Semuanya masih terpaut menjadi satu; disaat hampir hancur, Engkau menggoyang pundakku, menggetarkan hati mereka. Persaudaraan masih terjalin, seperti sebongkah Kristal yang berkilauan, semurni emas yang teruji; dengan keteguhan hati untuk tetap menjawab tantangan dan perubahan di depan, bahwa: ada yang harus dikuatkan dan dipertahankan yaitu keteguhan Iman. Ya, hidup  beriman yang sungguh untuk menunjukan kepatuhan dan menyerahkan seluruh keberadaan kepada Tuhan.
Kampung baru
Dengan “beriman”, kita tetap berada pada posisi sebagai hamba, sahabat, dan anak-anak Tuhan secara rohani, agar memperoleh arah yang tepat untuk bertindak secara dewasa, sebab dengan kedewasaan iman, memungkinkan kita mampu melangkah dengan tepat, menempuh jalan yang dikehendaki Tuhan.
Tuhan memungkinkan kita hidup dalam dunia ini, adalah untuk menikmati segala Pemberian , Berkat dan AnugerahNya. “Katong samua” dituntut untuk berjuang dengan jerih payah dan memperolehnya dengan jujur, sebab apapun yang diterima lewat perjuangan yang benar, meskipun sedikit di mata manusia, tetapi itulah CURAHAN KASIH TUHAN YESUS kepada kita untuk digunakan , meskipun harus menolong orang lain.


Dalam menghadapi sebuah pertarungan yang hebat, ada saat dimana “katong dudu” untuk tenangkan hati dan pikiran; Saat itulah Tuhan menunggu pengakuan yang jujur. Terima Kasih Tuhan, Engkau telah memberikan kesempatan bagi kami untuk berhenti sejenak. Sampai disini kami duduk merenung, berdoa dan bernyanyi memuji Tuhan; dalam Gedung Gereja Ebenhaezer, Roh Kudus memberi petunjuk bagi kita untuk mengambil keputusan hidup yang bijaksana.


Sampai di sini “EBEN-HAEZER”(bnd. 1Samuel 7:12). Ternyata ada yang kurang disaat kita menghadap Tuhan dalam doa dan kepasrahan diri; yaitu diri kita sendiri. 
Harapan untuk hidup yang lebih baik tetap ada dalam diri setiap orang. Bagaimana kenyataannya ? 
Tuhan masih memberi kesempatan bagi kita untuk hidup dan berkarya; Perjalanan masih berlanjut


Tidak ada komentar:

Posting Komentar